Kamis, 07 April 2011

UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH INOVASI


1.        Kebijakan pendidikan mengarah pada desentralisasi  pendidikan yang menjembatani pemberdayaan masyarakat dan pendidikan sepanjang hayat. Jelaskan maksud dari pernyataan di atas .

Jawab :
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang sebenarnya telah lama mengenal prinsip desentralisasi ini, namun penerapannya tidak pernah dilaksanakan secara sungguh-sungguh. 

Baru pada tahun 1999 setelah adanya gerakan reformasi, Sejalan dengan perubahan paradigma pada pemerintahan umum yang lebih demokratis, yakni perubahan dari government role ke community role, keinginan untuk melaksanakan desentralisasi muncul kembali ke permukaan. Dengan berdasar pada Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah akhirnya desentralisasi mulai diberlakukan secara resmi pada tahun 2001 pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid. Perkembangan politik yang demikian cepat pada masa reformasi ini membuat kedua undang-undang di atas pun diganti dengan undang-undang yang baru yakni Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan ke pemerintah daerah otonom dilakukan dalam berbagai bidang atau urusan, kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama, yang masih menjadi urusan pemerintah pusat. Berdasarkan pasal 14 Undang-undang No. 33 Tahun 2004 terdapat 16 (enam belas) urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota sebagai urusan yang berskala kabupaten/kota. Salah satu urusan wajib tersebut adalah  penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu bidang yang didesentralisasi, atau yang oleh pemerintah pusat dilimpahkan wewenang penanganannya kepada pemerintah daerah.
Jika kita merujuk pada undang-undang Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah maka Desentralisasi pendidikan bisa diartikan sebagai pemberian kewenangan untuk mengatur pendidikan di daerah.
Ada dua konsep Desentralisasi pendidikan.
Pertama, desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan. Desentralisasi lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah.
Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi. Konsep kedua lebih fokus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Desentralisasi pendidikan telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2001. Meskipun belum terlalu lama, namun kita dapat mengungkapkan beberapa hal positif dan negatif dalam pelaksanaannya. Beberapa hal yang dapat dilihat dari sisi positif pelaksanaan desentralisasi pendidikan adalah: banyaknya daerah (terutama daerah yang kaya) yang memiliki semangat memajukan pendidikan bagi rakyatnya, misalnya dengan meningkatkan anggaran pendidikan pada APBD; menyederhanakan dan mempersingkat birokrasi pendidikan di daerah; meningkatnya inisiatif dan kreativitas daerah dalam mengelola pendidikan yang lebih memungkinkan tercapainya pemerataan  pendidikan pada daerah-daerah terpencil; meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mendukung pendidikan (terutama pada daerah yang menjadi penerapan gagasan manajemen berbasis sekolah dan masyarakat), dan sebagainya.
Sementara itu, selain hasil positif yang sudah terlihat, ternyata dalam hal-hal lainnya pelaksanaan desentralisasi pendidikan masih belum memuaskan. Hasil pengkajian percepatan pembangunan pendidikan dalam rangka desentralisasi pendidikan yang dilakukan oleh Direktorat Pendidikan TK dan SD (2002) menunjukkan bahwa pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia belum mampu membawa peningkatan bagi pengembangan pendidikan di daerah. Dengan kata lain, keadaan pengembangan pendidikan di daerah masih belum menunjukkan perbedaan yang berarti, atau sama saja, antara sebelum dan sesudah dilaksanakan desentralisasi pendidikan. Bahkan desentralisasi pendidikan dalam hal tertentu justru malah menimbulkan kesulitan baru dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.
Hasil pengkajian antara lain menemukan hal-hal berikut:
(1)     dalam hal pendanaan ketergantungan daerah akan dana dari pusat masih tinggi, sementara komitmen daerah untuk menyediakan anggaran dana pendidikan masih dipertanyakan,
(2)     dana operasional sekolah baik sebelum dan sesudah desentralisasi pendidikan sama saja, tidak ada perbedaan yang berarti. Dengan kata lain, bahwa desentralisasi pendidikan tidak mampu meningkatkan dana operasional sekolah,
(3)     kinerja pengelolaan pendidikan baik di tingkat birokrasi pendidikan di kabupaten/kota, kecamatan, dan di tingkat sekolah cenderung masih sama saja antara sebelum dan sesudah desentralisasi pendidikan.,
(4)     pemerintah daerah belum secara serius melakukan pembangunan dan pemeliharaan aspek fisik sekolah ini, khususnya untuk sekolah dasar, mungkin karena pemerintah daerah kurang perhatian atau karena tidak memiliki dana yang memadai,
(5)     bantuan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah cenderung tidak ada perbedaan atau sama saja keadaannya antara sebelum dan sesudah desentralisasi pendidikan. Dengan kata lain, penerapan desentraliasi pendidikan tidak secara langsung mampu meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah,
(6)     pemerintah daerah masih belum mampu memenuhi kekurangan guru,
(7)     pemerintah daerah juga masih belum mampu mengangkat kesejahteraan guru,
(8)     desentralisasi pendidikan ternyata malah membawa kesulitan baru bagi guru dan juga kepala sekolah, yakni dalam hal mutasi kerja dari satu daerah ke daerah lain. Hal ini karena kabupaten/kota merasa memiliki guru itu sebagai guru di daerahnya sehingga sulit untuk mengizinkan guru tersebut keluar dari kabupaten/kotanya, sementara daerah kabupaten/kota lain merasa keberatan untuk menerima guru dari daerah lain,
(9)     dalam hal prestasi siswa desentralisasi pendidikan belum mampu meningkatkan prestasi siswa, karena tidak ada perbedaan prestasi siswa antara sebelum dan sesudah berlakunya desentralisasi pendidikan.
Dalam kaitannya dengan prestasi belajar siswa, hasil ujian nasional baik SMP maupun SMA menunjukkan banyak daerah yang kelulusannya rendah. Hal ini menunjukkan pula bahwa desentralisasi pendidikan di beberapa daerah belum dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan kata lain, desentralisasi pendidikan belum mampu meningkatkan mutu pendidikan.
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia sebagaimana diuraikan di atas tampak masih banyak memiliki kelemahan yang perlu dibenahi. Desentralisasi pendidikan yang secara konseptual sangat baik untuk meningkatkan efisiensi manajemen pendidikan, relevansi pendidikan, peningkatan pemerataan layanan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan tentunya harus benar-benar dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga harapan ideal dari penerapan desentralisasi pendidikan tersebut dapat tercepat. Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia perlu ada berbagai upaya yang sinergis antara lain sebagai berikut:
1.    Kerja sama yang sinergis dalam pengembangan pendidikan.
Sekalipun otonomi daerah memberikan wewenang yang lebih luas kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, namun dalam pengembangan pendidikan masih tetap diperlukan kerja sama yang harmonis antara pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Desentraliasi/otonomi daerah tidak perlu menimbulkan fanatisme kedaerahan yang sempit sehingga mempersulit dinamika pengembangan pendidikan. Desentraliasi pendidikan perlu tetap mengacu kepada kepentingan dan wawasan, serta standardisasi nasional.
2.    Peningkatan komitmen terhadap pembangunan pendidikan.
Desentralisasi pendidikan dapat berjalan dengan baik jika ada komitmen yang kuat dari lembaga legislatif maupun eksekutif di daerah dalam menyediakan anggaran daerah yang sangat memadai bagi pembangunan pendidikan di daerah. Selain itu, peningkatan sumber daya pengelola pendidikan di daerah juga sangat diperlukan untuk memacu percepatan pembangunan pendidikan tanpa selalu tergantung pada pemerintah pusat. Dalam hal ini peranan dan kemandirian Dewan Pendidikan sebagai mitra bagi legislatif dan eksekutif di daerah perlu ditingkatkan, tanpa harus bergantung pada bantuan dari pusat.
3.    Penggalangan partisipasi masyarakat melalui konsensus.
Partisipasi masyarakat dalam membiayai pendidikan sangat menunjang bagi keberhasilan desentralisasi pendidikan. Dalam hal ini pemerintah daerah harus mampu menciptakan kesepakatan atau konsensus dengan masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan di daerahnya. Konsensus ini dapat dicapai melalui dialog dengan berbagai golongan di masyarakat yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pendidikan, misalnya dengan partai politik, organisasi massa keagamaan (NU, Muhammadiyah, DGI, dll.), PGRI, para ahli dari perguruan tinggi, dewan pendidikan, komite sekolah, dan tokoh-tokoh perorangan yang peduli akan pendidikan. Oleh karena itu, pihak pemerintah daerah perlu aktif mendekati berbagai pihak tersebut. Untuk mendorong partisipasi masyarakat yang luas, maka penerapan gagasan manajemen berbasis sekolah dan berbasis masyarakat perlu ditingkatkan.
4.    Peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menyelenggarakan pendidikan, baik di bidang perencanaan, pengembangan kurikulum, manajemen sekolah, evaluasi, keahlian bidang studi dan lain-lainnya perlu dilakukan oleh setiap daerah agar penyelenggaraan pendidikan oleh daerah benar-benar bisa dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan mengirimkan para pejabat pendidikan di daerah untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 atau S3, atau mengirimkan ke pelatihan/penataran yang terprogram.
5.    Pemberian bantuan pusat untuk daerah miskin.
Sekalipun dengan desentralisasi pendidikan tanggung jawab pemerintah pusat menjadi berkurang dalam membiayai penyelenggaraan pendidikan, namun pemerintah pusat hendaknya tetap memberikan bantuan khusus untuk menunjang daerah-daerah yang miskin, misalnya melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan atau block grant lainnya. Sebab jika derah-daerah miskin tidak dibantu secara khusus, maka desentralisasi pendidikan bukannya akan membawa peningkatan pendidikan bagi masyarakat di daerah itu, mungkin bahkan akan menurunkan kualitas dan kuantitas partisipasi pendidikan masyarakatnya. Hal ini pun perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kesenjangan yang mencolok dalam prestasi pendidikan antara daerah kaya dengan daerah miskin.
6.    Monitoring dan evaluasi berkelanjutan.
Kebaikan dan kelemahan penyelenggaraan desentralisasi pendidikan harus segera dapat diketahui agar dapat dilakukan peningkatan bagi yang telah ada atau perbaikan-perbaikan bagi yang masih memiliki kelemahan. Oleh karena itu, pihak pemerintah pusat, pemerintah daerah ataupun pihak lain dapat melakukan monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan desentralisasi pendidikan.
Desentralisasi di Indonesia yang saat ini ingin dilaksanakan secara sungguh-sungguh tidak dapat dipungkiri memiliki nuansa politik yang kental sebagai upaya demokratisasi dan menciptakan kesan menampung aspirasi masyarakat/daerah, serta sebagai upaya mencegah terjadinya disintegrasi bangsa. Desentralisasi pendidikan yang juga terimbas muatan politis semestinya bukan hanya ingin menciptakan kesan demokratisasi di bidang pendidikan, melainkan harus pula membawa dampak positif bagi peningkatan kualitas belajar dan mengajar di sekolah dan luar sekolah. Oleh karena itu, desentralisasi pendidikan hendaknya didukung oleh kesadaran dan partisipasi tinggi dari masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan, juga didukung oleh sumber daya yang bermutu dari para penyelenggara pendidikan di daerah.
Upaya mengimplementasikan desentralisasi pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Departemen Pendidikan Nasional di Pusat, Dinas Pendidikan di Daerah, Dewan Pendidikan, tenaga kependidikan di sekolah,  dan masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pendidikan. Keberhasilan pihak-pihak tersebut mengimplementasikan desentralisasi pendidikan tersebut bukan hanya ditentukan oleh kemampuan dan pengalamannya, tetapi juga oleh tingginya kemauan, komitmen, dedikasi, keikhlasan mereka dalam memajukan pendidikan dan juga keteguhan serta keberanian bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan.


Pendidikan sepanjang hayat :

Pendidikan sepanjang hayat mulai aktual saat topik itu dilontarkan oleh UNESCO sebagai pandangan tentang pendidikan yang mengantisipasi perubahan-perubahan yang ada di masyarakat seluruh dunia dan negara berkembang, UNESCO dan lembaga internasional lainnya mulai melihat problem-problem ketertinggalan, kemiskinan hanya dapat diatasi dengan pendidikan dalam format yang menyesuaikan kebutuhan dan dikenakan pads berbagai kelompok umur termasuk orang dewasa.
Saat negara-negara berkembang mulai menerapkan pendidikan dasar (basic education) yang perwujudannya adalah wajib belajar, maka mulai terasa bahwa untuk kelompok masyarakat yang kurang beruntung perlu dibantu dengan format pendidikan sepanjang hayat.
Permasalahan tidak berhenti pada buta aksara saja. Adanya fasilitas internet juga merupakan tantangan bagi mereka yang membutuhkan informasi terkini. Para ilmuan ilmu pendidikan yang semula menyatakan bahwa pendidikan berakhir pada saat individu mencapai kedewasaan kemudian memerlukan peninjauan kembali terhadap konsep-konsepnya dengan timbulnya pemikiran tentang pendidikan sepanjang hayat ini.
Arti luas pendidikan sepanjang hayat (Lifelong Education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya. Pendidikan sepanjang hayat menjadi semakin tinggi urgensinya pads saat ini karena, manusia perlu terns menerus menyesuaikan diri supaya dapat tetap hidup secara wajar dalam lingkungan masyarakatnya yang selalu berubah.
Sejak manusia ada, pendidikan telah berlangsung. Proses pendidikan ini berlangsung secara alamiah. Tanpa belajar lewat bersekolah, anak nelayan laki-laki pada suatu ketika akan pandai menangkap ikan di tengah laut. Pemburu akan mengajarkan tanda-tanda adanya hewan yang berbahaya yang perlu dihindari sekaligus juga tahu tanda­-tanda adanya rombongan rusa yang menjadi hewan buruannya. Anak petani akan belajar cara menanam dan memeliharanya, nilai-nilai apa yang dianggap baik dan buruk di masytarakatnya secara sederhana lewat kehidupan sehari­hari karena, mengamati, mencoba-coba, mengalami hingga memperoleh penghayatan yang memadai.
Lewat Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 Nasional kita akan mendapatkan klasifikasi pendidikan formal, nonformal dan informal. Persekolahan dan Pendidikan Luar Sekolah. Pendidikan persekolahan mencakup berbagai jenjang pendidikan, jika dikehendaki akan dialami seseorang sejak umur enam tahun hingga 24 tahun (SD hingga PT).
Yang mudah kita amati adalah kemajuan teknologi, yang pada dasarnya adalah penerapan sejumlah ilmu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kemajuan ilmu yang mendorong kemajuan teknologi telah menyebabkan adanya banyak perubahan di segala bidang kehidupan.
Perubahan itu dapat dipandang menguntungkan, misalnya banyak problem-problem yang mampu diatasi dengan hadirnya teknologi baru, sehingga kehidupan manusia dapat menjadi lebih mudah, praktis, bisa lebih murah, menyenangkan. Perubahan itu dapat jugs dianggap tidak menguntungkan, karena, cepatnya perubahan kadang sulit diikuti oleh mereka yang lamban, dapat menghilangkan mats pencaharian seseorang karena kerja manusia digantikan oleh mesin.
Pendidikan sepanjang hayat berwadahkan di semua lembaga pendidikan, sumber-sumber informasi, sesuai dengan kepentingan perseorangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, lembaga dari pendidikan sepanjang hayat adalah lembaga pendidikan yang selama ini kita kenal, yaitu
1.      Pendidikan Persekolahan
2.      Pendidikan Luar Sekolah
3.      Sumber informasi baik berupa terbitan buku, majalah atau media massa baik cetak atau elektronik ataupun sajian dalam Internet.
Wadah pendidikan sepanjang hayat adalah semua lembaga pendidikan yang ada. Wadah mana yang dipakai, tergantung pada apa yang diperlukan oleh individu. Banyaknya pendidikan luar sekolah yang di awal Indonesia hanya merdeka hanya kursus mengetik, steno, dan memegang buku (administrasi keuangan) kini sudah banyak sekali ragamnya dan kurus steno semakin surut jumlahnya karma hadirnya teknologi baru.
Media belajar juga pesat perkembangannya. Secara informal orang dapat belajar lewat televisi, radio, komputer. Orang dapat, belajar di tempat, di gedung di mana lembaga pendidikan itu berada tetapi dapat pula belajar jarak jauh. Inilah perluasan wadah untuk belajar yang tedadi saat ini. Karma pendidikan sepanjang hayat berwadahkan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada, pertambahan dan perluasan lembaga pendidikan juga merupakan pertambahan dan perluasan wadah pendidikan sepanjang hayat.
2.      Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Jelaskan faktor-faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata

Jawab.
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan.
Badan internasional PBB, United Nations Development Programme (UNDP) baru – baru ini mengeluarkan laporan negara-negara menurut peringkat Human Development Index (HDI). Negara kita ada di peringkat 111 dari 175 negara.
Yang memprihatinkan, kualitas manusia Indonesia benar - benar jauh lebih lebih rendah dari Singapura (25), Brunei (33), Malaysia (58), Thailand (76), dan Filipina (83). Bahkan lebih rendah dari negara-negara "terbelakang" seperti Kirgistan (110), Guinea-Katulistiwa (109), dan Aljazair (108). Mungkin karena masalah rendahnya mutu SDM sudah sangat sering kita dengar, pemerintah kita biasa - biasa saja dan sama sekali tidak menanggapi serius persoalan ini.
Berdasarkan masalah ini, maka berbagai pihak mempertanyakan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita?. Dari berbagai pengamatan dan analisis, ternyata sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak menagalami peningkatan secara marata.
Faktor pertama,
kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya, dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Faktor kedua,
penyelenggaran pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subordinasi birokrasi diatasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Faktor ketiga,
Peran serta warga sekolah khususnya guru dan peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, pada hal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah sangat tergantung pada guru. Dikenalkan pembaruan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan dana, sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral dan barag/jasa kurang diperhatikan. Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat juga lemah. Sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggung jawabkan hasil pelaksnanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholdir).
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut diatas, tentu saja perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah melakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan, yaitu dari manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
 
3.      Kurikulum berbasis masyarakat merupakan kurikulum yang menekankan perpaduan antara sekolah dan masyarakat guna mencapai tujuan pengajaran. Jelaskan karakteristik utama kurikulum berbasis masyarakat, Jelaskan karakteristik utama, komponen-komponen, serta langkah-langkah  kurikulum berbasis masyatakat

Jawab:
Karakteristik Kurikulum Berbasis Masyarakat
Kurikulum berbasis masyarakat memiliki beberapa karakteristik (Hamalik,  2006 : 132), antara lain :
a.    Kurikulum bersifat realistik.
b.    Kurikulum menumbuh-kan kerjasama dan integrasi antara sekolah dan masyarakat.
c.    Kurikulum memberi kesempatan luas bagi siswa untuk melakukan belajar secara aktif (CBSA), yang dianjurkan oleh teori belajar modern.
d.   Prosedur pengajaran memberdayakan semua metode dan teknik pembelajaran secara sistematik dan bervariasi.
e.    Kurikulum dilandasi konsep pendidikan “Education is here and now”. Pendidikan adalah membantu siswa agar mampu berperan dalam kehidupan sekarang ini dan di sini.
f.     Kurikulum berbasis masyarakat, member-dayakan secara optimal semua sumber masyara-kat untuk kepentingan  pembelajaran siswa.

Komponen-komponen Kurikulum Berbasis Masyarakat
Oliva (Hamalik, 2006 : 133) menyatakan ada sejumlah komponen kurikulum yang saling berkaitan, ialah :
a.    Tujuan, filsafat pendidik-an dan psikologi belajar
b.    Analisis kebutuhan masyarakat sekitar (mencakup kebutuhan siswa)
c.    Tujuan kurikulum (TUK dan TKK)
d.   Pengorganisasian dan implementasi kurikulum
e.    Tujuan pengajaran (TIU dan TIK)
f.     Strategi pembelajaran (mencakup model-model pengajaran)
g.    Teknik evaluasi (seleksi awal dan seleksi final)
h.    Implementasi strategi pembelajaran
i.      Evaluasi (evaluasi pembelajaran) dan
j.      Eveluasi program kurikulum
Tahap-tahap Pengembangan Kurikulum Berbasis Masyarakat
Menurut Hamalik (2006 : 134), ada duabelas langkah yang perlu dilaksanakan dalam pengembangan kurikulum, ialah :
Langkah 1: Penentuan tujuan
Langkah  2: Analisis
kebutuhan (masyarakat sekitar kebutuhan siswa).
Langkah 3: Spesifikasi tujuan kurikulum.
Langkah 4: Idem dengan langkah 3.
Langkah 5: Pengorganisasian dan implementasi kurikulum dan struktur kurikulum.
Langkah 6: Spesifikasi tujuan pengajaran (TIU dan TIK).
Langkah 7: Idem dengan langkah 6.
Langkah 8: Seleksi strategi.
Langkah 9: A = Seleksi awal teknik evaluasi
Langkah 9: B = Seleksi final teknik evaluasi (langkah ini dilakukan setelah langkah 5).
Langkah 10: Implementasi strategi pembelajaran aktual
Langkah 11: Evaluasi pengajaran
Langkah 12: Evaluasi program kurikulum.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda