Selasa, 22 Februari 2011

Ujian Tengah semester Mata Kuliah Landasan Teknologi Pendidikan

PETUNJUK:
Jawablah Beberapa Pertanyaan Di Bawah ini dengan Tepat, Jelas, dan Benar.

Soal-Soal:
1. Teknologi Pendidikan (TP) di landasi oleh falsafah dan teori. Coba anda jelaskan bila anda memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?, epistimology (bagaimana)?, dan aksiologi (untuk apa)? (Skor maksimal 15)
2. Anda juga telah mengetahui 4 revolusi dalam dunia pendidikan. Menurut persepsi dan prediksi anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran Teknologi Pendidikan dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di Indonesia? (Skor maksimal 20)
3. Ada beberapa kawasan Teknologi Pendidikan dan keterhubungannya antara masing-masing kawasan, Coba anda pilih salah satu kawasan, bagaimana penerapannya dalam membelajarkan peserta didik (pilih pada jenjang PAUD/SD/SMP/SMA/PT)? (Skor maksimal 20)
4. Dalam Teknologi Pendidikan/Teknologi Pembelajaran menurut Saettler yang mengacu pada pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktivitas diri, (2) minat/motivasi, (3) kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Bagaimana pendapat anda tentang penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam pembelajaran bagi peserta didik? (Skor maksimal 25)
5. Suatu statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan prinsip dasar pembelajaran berbasis Teknologi Pendidikan. Bagaimana pendapat anda? (Skor maksimal 15)



Catatan:
Ujian Take home, diketik dan dijilid dengan rapi.
Masing-masing soal dibahas dengan melibatkan referensi (buku rujukan)
Bila terdapat copy paste antar teman akan dikembalikan dan diberi ujian ulang.
Jawaban dikumpulkan tanggal 22 Februari 2011. Bagi yang terlambat akan kena sanksi pengurangan nilai 10%.


1.  Teknologi Pendidikan (TP) di landasi oleh falsafah dan teori. Coba anda jelaskan bila anda memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?, epistimology (bagaimana)?, dan aksiologi (untuk apa) ?

Pendahuluan

Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan
manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa dan Negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa, diilhami dan berpedoman ajaran-ajaran filsafat bangsa itu. Dengan demikian kehidupan social, politik, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersum beratas ajaran filsafat.

Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi atau filsafat hidupnya, maka untuk kelangsungan eksistensi tersebut harus melalui pendidikan. Dalam kepentingan ini pendidikan dapat diartikan sebagai:

1. Pendidikan sebagai Aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu cipta, rasa, karsa, dan budi nurani, serta pertumbuhan dan perkembangan jasmaniahnya.
2. Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi pendidikan, system dan organisasi pendidikan.
3. Pendidikan merupakan pula hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan dalam arti ini merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan.

Perkembangan teknologi berpengaruh juga terhadap perkembangan pendidikan, sehingga lahir beberapa hal baru dalam dunia pendidikan. Hal baru tersebut pada awalnya hanya menfokuskan diri pada bidang media, sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam proses, produk dan struktur atau system. Ketiga hal tersebut di kenal sebagai teknologi pendidikan (education tecnologi).
Lahirnya ilmu baru menuntuk adanya bidang kajian atau bidang kajian penelitian dengan segala perangkatnya. Hal ini menjadi pemikiran para ahli bidang teknologi pendidikan yang dapat digunakan
untuk panduan dan pedoman.

Sesuai dengan kenyataan tersebut, bahwa filsafat dalam pendidikan merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan, atau dapat dikatakan sebagai teori yang dipakai dasar bagaimana ‘pendidikan itu dilaksanakan” sehingga mencapai tujuan (Dewey, 1946: 383). Dewasa ini, salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan agar supaya mencapai tujuan, yaitu penerapan Teknologi Pendidikan dalam proses pembelajaran. Dalam pembahasan ini problem esensialnya adalah:

1. Merumuskan secara tegas sifat dan hakekat pendidikan (the nature of education).
2. Merumuskan sifat dan hakekat manusia, sebagai subyek dan obyek pendidikan (the nature of man).
3. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan (science of education).
4. Merumuskan hubungan antara filsafat Negara, filsafat pendidikan dan politik pendidikan (system pendidikan).
5. Merumuskan system nilai dan norma, atau isi moral pendidikan (tujuan).

Ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi kemajuan manusia, telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas penyelenggaraan pendidikan. Maka peranan filsafat dalam pendidikan merupakan landasan pendidikan dilaksanakan.
Dari uraian di atas jelas bahwa latar belakang ide-ide filsafat menentukan pendidikan, sebab tujuan pendidikan bersumber pada filsafat atau ajaran filsafat. Seperti yang dikemukakan Prof. Broudy (1961: 14) dalam bukunya, Building a Philisophy of Education, adalah:
“ In this book the philosophy of education is regarded as the systematic discussion of educational problems on a philosophical level, i.c., the probing into an educational question until it is reduced to an issue in metaphysics, episthemology, ethics, logic, or aesthetics, or to combination of these”.
Mengapa masalah-masalah pendidikan yang merupakan bagian daripada kehidupan obyektif manusia, sebagai persoalan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari kehidupan yang realistis.
Jika ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena pemikiran filosofis itu dipandang sebagai pikiran-pikiran teoritis, perenungan-perenungan yang tidak bertolak atas kenyataan sosio-kultural dan kebutuhan manusia. Pada hal, pikiran filosofis adalah pikiran murni yang berusaha mengerti sedalam-dalamnya untuk menemukan kebenaran. Caranya dapat melalui induksi, deduksi, analisa rasional atas factor-faktor, perenungan atas konsepsi-konsepsi, pemahaman atas observasi, atau juga melalui intuisi. Semua ide, konsepsi, analisa, dan kesimpulan-kesimpulan filsafat dalam pendidikan adalah berfungsi teori; dan dari teori ini dipakai dasar praktek (pelaksanaan) pendidikan. Maka filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktik pendidikan.
Dengan mengunakan pandangan Jonh Dewey (1946) sebagai dasar bahwa filsafat adalah teori umum dari pendidikan dan adanya hubungan hakiki timbal-balik antara filsafat dan pendidikan, maka berdirilah filsafat pendidikan sebagai suatu ilmu. Cabang ini sebagai suatu system menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan pendidikan, termasuk di dalamnya teknologi pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawab secara filosofis pula.

Filsafat pendidikan sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari obyeknya dari sudut hakekat, berhadapan dengan problem utama yaitu:

1. Realita, ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah kebenaran. Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan, bahwa pengetahuan yang dimiliki ini telah nyata. Realita atau kenyataan ini dipelajari oleh fisika dan metafisika, dalam system filsafat disebut ontology yaitu the study of the principles of reality.
2. Pengetahuan, yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu, dan jenis-jenis pengetahuan. Pengetahuan dipelajari oleh epistemology, yaitu the study of the principles of knowledge.
3. Nilai, yang dipelajari oleh cabang filsafat yang disebut aksiologi. pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya antara lain, seperti nilai-nilai bagaimanakah yang dikehendaki oleh manusia dan yang dapat digunakan sebagai dasar hidup, maka pembicaraan aksiologi adalah the study of the principles of value.

Sistem pemikiran filsafat di atas mengantarkan dalam pembahasan Teknologi Pendidikan tidak hanya berpandangan yang bersifat positivistik, tetapi juga memerlukan paradigma pascapositivistik. Berarti landasan filosofis sangat diperlukan dan menjadi penting dalam menjelaskan secara teori dan paktik masalah-masalah teknologi pendidikan (Anglin, ed., 1991).
Landasan berfikir dalam bidang teknologi pendidikan (education technologi) atau teknologi pembelajaran (instructional technologi) yang menjadikan bidang garapan baru menjadi bidang ilmu atau menjadi disiplin ilmu yang baru adalah rangkaian dalil yang dijadikan sebagai pembenar. Dasar falsafi dasar keilmuan tersebut ada 3 jenis yaitu : ontology, epistemology dan aksiologi.
Ketiga hal di atas dapat dicapai melalui pendekatan yang memenuhi 4 persyaratan: pendekatan isometric, pendekatan sistematik, pendekatan sinergistik dan pendekatan sistemik. Dengan demikian diharapkan falsafah teknologi pendidikan bertujuan agar setiap orang dapat memperoleh kesempatan belajar, baik sendiri maupun secara organisasi, dan optimal melalui pendekatan yang ada di atas sehingga sumber belajar dapat dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi efesien, efektif dan selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan, ke arah terbentuknya masyarakat belajar.
Keadaan tersebut menjadi hal yang penting dalam penggarapan bidang teknologi pendidikan yang telah mengalami perubahan pengertian menjadi teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang ilmu melalui penelitian dan pengembangan teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran.
Menurut Creswell, Denzin & Lincoln Miaso: di katakan bahwa ada 2 pembagian penelitian dalam teknologi pendidikan yaitu positivistik dan pascapostivistik atau fenomenologik. Pendekatan positivistic dilakukan dalam pendekatan ilmu-ilmu eksakta dengan menggunakan pola statistic, yang didalamnya terdapat variable yang dikontrol, pengacakan sample, pengujian validitas dan realiabelitas instrument, dan ditujukan pada genaralisasi sample ke dalam populasi. Sedangkan pendekatan atau penelitian pascapositivistik/fenomenologi berakar pada penelitian social seperti bidang etnografi, studi kasus, studi naturalistic, sejarah, biografi, dan teori membumi (grounded theory) dan studi deskriptif. (Miarso, 2007:209)

Pertanyaan :

Coba anda jelaskan bila anda memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?, epistimology (bagaimana)?, dan aksiologi (untuk apa)?
Jawab :

Landasan Falsafah dan Teori Teknologi Pendidikan

A. Ontologi (Apa)

Obyek filsafat ialah segala sesuatu, meliputi kesemestaan. Scope filsafat yang amat luas dan tak terbatas obyeknya itu, perlu adanya pembidangan untuk intensifikasi penyelidikan. Pembidangan atau sistematika filsafat yang pertama adalah Ontologi.
Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Metafisika ini disebut juga sebagai prote-filosifia atau filsafat pertama. Sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakekat sesuatu. Manusia dalam antar aksinya dengan semesta raya, melahirkan pertanyaan-pertanyaan filosofis. Apakah sesungguhnya hakekat realita yang ada ini. Apakah realita yang menampak ini suatu realita materi saja. Ataukah ada sesuatu di balik realita itu, suatu “rahasia” alam. Apakah wujud semesta ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan. Ataukah hakekat semesta ini adalah perubahan semata-mata. Apakah realita ini terbentuk atas satu unsure (monisme); atau dua unsur (dualisme). Ataukah lebih dari dua unsur, yakni serba banyak (pluralisme).
Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan metafisis atau ontologism. Sesuatu realita sebagai suatu perwujudan menampakkan diri sebagai satu “tubuh”, satu eksistensi. Sesuatu itu mendukung satu perwujudan, yakni keseluruhan sifatnya; dan yang utama dari perwujudan itu adalah eksistensinya. Wujud atau adanya sesuatu adalah primer, sedang sifat-sifat yang lain adalah sekunder. Berarti eksistensi suatu realita adalah fundamental, sedang sifat-sifat yang lain adalah sesuatu yang accidental, atau suatu atribut saja. Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being) (Brameld, 1955: 28).
Pandangan ontology ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan obyek pengalaman.
Melalui realita (ontologi), peserta didik secara sistematis dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti kebenaran.Implikasi pandangan ontology di dalam pendidikan ialah bahwa dunia pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isisnya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari; melainkan sebagai suatu yang tak terbatas, realitas fisik, spiritual, yang tetap dan yang berubah-ubah (dinamis) (Runes, 1963: 219-230).
Dari perspektif ontologi diatas maka muncul masalah baru dalam Teknologi Pembelajaran (Yusuf hadi Miarso : 2004) yaitu:
a. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis buku, prodoser media dan sebagainya) pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji lewat media), media (buku, program televisi, radio, dan sebagainya), alat (jaringan televisi, radio), cara-cara tertentu dalam mengolah/menyajikan pesan, serta lingkungan dimana proses pendidikan itu berlangsung
b. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik seccara konseptual maupun secara faktual.
c. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber untuk belajar itu agar dapat digunakan seoptimal mungkin guna keperluan belajar.
Ketiga poin diatas itulah yang merupakan ruang lingkup wujud obyek penelaahan (ontology) Teknologi Pembelajaran. Suatu obyek yang bukan merupakan lingkup bidang pengetahuan lain.

B. Epistemologi (Bagaimana)

Sedemikian luas dan jauh, dunia pendidikan dianggap sebagai proses penyerahan kebudayaan pada umumnya, khususnya ilmu pengetahuan. Timbul pertanyaan, apakah sesungguhnya ilmu itu, dari mana sumber ilmu itu, bagaimana proses terjadinya dan sebagainya. Persoalan ini secara mendalam dibahas oleh epistemology. Epistemologi ialah suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses, syarat, batas, validitas, dan hakekat pengetahuan.
Dalam sebuah analisa mengenai filsafat, ilmu dan filsafat pendidikan dalam bukunya yang berjudul: Introduction to Philosophy of Education, Stella Van Petten Henderson (1964) mengemukakan, bahwa filsafat selalu berusaha untuk memahami segala sesuatu yang timbul dalam spectrum pengalaman manusia, dan berusaha untuk memperoleh pandangan yang luas (kompprehensif) mengenai alam, dan mampu memberikan penerangan yang universal mengenai hakekat benda-benda (segala sesuiatu).
Pandangan epistemology tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan-persoalan pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan atau sarana-prasarana yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara menentukan hasil pendidikan.

C. Aksiologi (Untuk Apa)

Berdasarkan pandangan tersebut diperlukan prisip tertentu apakah dianggap baik atau tidak isi dari pengetahuan tersebut, maka epistemology memerlukan pandanghan aksiologi. Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Brameld (1955) membedakan tiga bagian, yaitu:

1. Moral conduct, tidak moral; bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika.
2. Esthetic expression, ekspresi keindahan, yang melahirkan estetika.
3. Socio-political life, kehidupan sosio-politik; bidang ini melahirkan filsafat sosio-politik.

Nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan di dalamnya teknologi pendidikan ialah “to examine and integrate these values as they enter into the lives of people through the chanels of the schools (Brameld, 1955: 33). (Pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak.

KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ontologi merupakan azas dalam menetapkan ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut, dimana menjelaskan bidang kajian ilmu itu apa, jika teknologi pendidikan sebagai ilmu maka bidang kajiannya itu apa
2. Estimologi merupakan azas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan, dimana dibutuhkan suatu pendekatan yang digunakan dalam suatu ilmu. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
3. Aksiologi merupakan azas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan dengan menelaah tentang nilai guna, baik secara umum maupun secara khusus, baik secara kasad mata maupun secara abstrak. Aksiologi harus membatasi kenetralan tanpa batas terhadap ilmu pengetahuan, dalam arti bahwa kenetralan ilmu pengetahuan hanya sebatas metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan pada nilai-nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika.


2. Anda juga telah mengetahui 4 revolusi dalam dunia pendidikan. Menurut persepsi dan prediksi anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran Teknologi Pendidikan dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di Indonesia? (Skor maksimal 20)

Pendahuluan

Teknologi merupakan merupakan bagian integral dalam setiap budaya. Makin maju suatu budaya, makin banyak dan makin canggih teknologi yang digunakan. Meskipun demikian masih banyak di antara kita yang tidak menyadari akan hal itu. Sebenarnya 25 tahun yang lalu Menteri Pendidikan Daoed Joesoef telah menyatakan bahwa “Teknologi diterapkan di semua bidang kehidupan, di antaranya bidang pendidikan. Teknologi pendidikan ini karenanya beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara integratif, yaitu secara rasional berkembang dan terjalin dalam berbagai bidang penididikan”. Pernyataan kebijakan itu merupakan penegasan dari penetapan kebijakan sebelumnya, termasuk yang tertuang dalam PELITA I s/d III.

Apa yang telah merupakan pernyataan kebijakan, masih dipersoalkan sampai saat ini. Mungkin dengan dalih bahwa pernyataan Menteri yang terdahulu, tidak lagi berlaku sekarang. Di kalangan akademik masih ada yang mempertanyakan apa sebenarnya teknologi pendidikan itu, karena di Amerika Serikat saja yang ada adalah istilah Instructional Design, Development and Evaluation (IDDE di Syracuse University, Instructional System Technology (IST di Indiana University), bahkan organisasi profesi yang ada adalah AECT (Association for Educational and Communications and Technology).
Mereka yang tidak tajam kemampuan analisisnya, sifat teknologi pendidikan yang integratif seperti dinyatakan oleh Daoed Joesoef, tidak mengetahui apa dan bagaimana wujut unsur teknologi pendidikan yang telah terintegrasi tersebut. Mereka yang hanya mampu melihat hasil akhir suatu produk atau sistem, misalnya media pembelajaran, tidak akan dapat mengetahui apa saja unsur yang membentuk produk tersebut, dan bagaimana produk itu dihasilkan serta bagaimana produk tersebut berfungsi dalam sistem.

Menghadapi masih adanya sikap acuh tersebut, para teknolog pendidikan baik praktisi maupun akademisi yang mempunyai komitmen profesi harus berpikir dan bertindak proaktif untuk menanggapi sikap tersebut, dengan membuktikan dan mengembangkan teknologi pendidikan sehingga manfaatnya dapat dirasakan atau setidak-tidaknya diketahui oleh masyarakat luas.
Dalam bahasan ini diungkap secara singkat wujud sumbangan Teknologi Pendidikan sebagai disiplin keilmuan, sebagi profesi, dan sebagai bidang garapan, serta kontribusinya dalam pembangunan pendidikan.

Pertanyaan :

Menurut persepsi dan prediksi anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran TP dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di Indonesia?

Jawab :

Terlebih dahulu perlu diberikan batasan umum tentang pengertian teknologi, semua teknologi termasuk teknologi pendidikan, yaitu :
a. proses yang meningkatkan nilai tambah;
b. produk yang digunakan dan/atau dihasilkan untuk memudahkan dan mening-katkan kinerja;
c. struktur atau sistem dimana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.

Teknologi memasak misalnya, adalah proses untuk mengolah bahan mentah (sayuran, tahu, tempe, daging, garam, bumbu dsb.) dengan menggunakan produk berupa pisau, wajan, panci, kompor dsb. untuk menghasilkan produk berupa makanan, dan makanan itu sendiri merupakan komponen dari sistem kelangsungan hidup berupa gizi atau nutrisi, yang perlu dilengkapi dengan komponen lain seperti minum, olahraga, istirahat dsb.

Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri sendiri. Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar yang dijadikan patokan pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi : ontologi atau rumusan tentang obyek formal atau pokok telaah yang merupakan gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh bidang telaah lain; epistemologi yaitu usaha atau prinsip intelektual untuk memperoleh kebenaran dalam pokok telaah yang ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari pokok telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika. (Miarso,2004)

Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu lembaga yang relatif menetap dan berkembang dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang disebabkan karena pemikiran dan pengalaman. Belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, apa saja, dari apa atau siapa saja, dan dengan cara bagaimana saja.

Mereka yang berprofesi atau bergerak dalam bidang teknologi pendidikan atau singkatnya disebut Teknolog Pendidikan, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang utama yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap orang, dengan dikembangkan dan digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing pebelajar (learners) serta perkembangan lingkungan. Karena lingkungan itu senantiasa berubah, maka para Teknolog Pendidikan harus senantiasa mengikuti perkembangan atau perubahan itu, dan oleh karena itu ia dtuntut untuk selalu mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, termasuk selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.

Profesi ini bukan profesi yang netral dan bebas nilai. Ia merupakan profesi yang memihak kepada kepentingan pemelajar (learners) agar mereka memperoleh kesempatan untuk belajar agar potensi dirinya dapat berkembang semaksimal mungkin. Profesi ini juga tidak bebas nilai karena masih banyak pertimbangan lain seperti sosial, budaya, ekonomi dan rekayasa yang mempengaruhi, sehingga tindakannya harus selaras dengan situasi dan kondisi serta berwawasan ke masa depan.
Dari kompetensi tersebut dan dilakukan sesuai dengan tuntutan mutu, kemampuan tenaga dan ketersediaan sarana & prasarana. Untuk itu setiap penyelenggara program studi teknologi pendidikan perlu melakukan analisis SWOT, dan ditindak lanjuti dengan berbagai kegiatan yang diperlukan, seperti penataran tenaga, pemutakhiran pengetahuan dan teknologi, pengadaan pustaka dan laboratorium dan lain-lain. Keculai landasan konseptual dan legal, kurikulum setiap program studi perlu dikembangkan atau diperbaharui sesuai dengan dinamika pembangunan, meliputi perkembangan kebijakan dan IPTEK termasuk perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Program pendidikan keahlian itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga dalam rangka inovasi pendidikan yaitu dikembangkan dan digunakannya konsep “resource-based learning” (bukan “teacher-based instruction”).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka rumusan visi, misi dan tujuan itu harus didasarkan pada konsep dasar dan filosofi teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian, serta dengan kemajuan IPTEK dan kebutuhan pembangunan.
Teknologi pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena adanya kebutuhan di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar, dimana belajar lebih efektif, lebih efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan sebagainya. Untuk itu ada usaha dan produk yang sengaja dibuat dan ada yang ditemukan dan dimanfaatkan. Namun perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat akhir-akhir ini dan menawarkan sejumlah kemungkinan yang semula tidak terbayangkan, telah membalik cara berpikir kita dengan “bagaimana mengambil manfaat teknologi tersebut untuk mengatasi masalah belajar”.
Berdasarkan uraian terdahulu tentang obyek formal teknologi pendidikan dan profesi teknolog pendidikan, dapat disimpulkan bahwa bidang garapan atau disebut pula praktek teknologi pendidikan meliputi segala sesuatu dimana ada masalah belajar yang perlu dipecahkan. Masalah belajar itu ada pada diri pribadi, pada keluarga, pada lingkungan masyarakat, pada lingkungan tempat ibadah, lingkungan lembaga pendidikan formal, lingkungan tempat kerja, dan pada lembaga media (surat kabar, radio, televisi, telematika dan sebagainya).
Bertolak dari sejarah perkembangan garapan teknologi pendidikan, Saettler (1968,h.10-14) berpendapat bahwa awal mula penggarapan masalah belajar adalah kaum Sufi pada sekitar abad 600 SM. Mereka merupakan penjaja ilmu pengetahuan yang mengajarkan ilmunya kepada para peserta-didik dengan berbagai cara, seperti misalnya dengan cara dialektik, dialogik, ceramah, dan penggunaan bahasa tubuh (body language) seperti gerakan wajah, gerakan tangan dsb., dengan maksud agar menarik perhatian dan agar ilmunya dapat ditransfer dengan baik.
Ashby (1972,h 9-10) berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan telah berlangsung empat revolusi, yaitu

a. Revolusi Pertama: dimana diserahkannya pendidikan anak dari orang tua atau keluarga kepada guru;
b. Revolusi Kedua, dimana seorang guru yang diserahi tanggung jawab untuk mendidik dan melakukannya secara verbal dan unjuk kerja;
c. Revolusi Ketiga, yaitu dengan ditemukannya mesin cetak sehingga bahan pelajaran dapat diperbanyak dan digunakan lebih luas; dan
d. Revolusi Keempat, dengan berkembangnya secara pesat teknologi elektronik, terutama media komunikasi.

Menurut persepsi dan prediksi saya, sangat mungkin munculnya revolusi kelima , yaitu revolusi yang berkaitan dengan Internet Teknologi / Dunia Maya. Internet adalah salah satu kebutuhan penting dalam dunia pendidikan saat ini. Internet dapat menggantikan posisi guru, dapat sebagai sumber belajar dan lain – lain unsur dalam pendidikan. Bahkan Internet memiliki kelebihan yaitu tak terbatas jarak dan waktu.

KESIMPULAN

Dari Pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Revolusi dalam dunia pendidikan akan terus berjalan seiring dengan perkembangan jaman, teknologi dan tuntutan hidup manusia.
b. Sangat mungkin akan terjadi revolusi ke- 5 , ke-6 dan seterusnya dalam dunia pendidikan.


3  Ada beberapa kawasan Teknologi Pendidikan dan keterhubungannya antara masing-masing kawasan, Coba anda pilih salah satu kawasan, bagaimana penerapannya dalam membelajarkan peserta didik (pilih pada jenjang PAUD/SD/SMP/SMA/PT)? (Skor maksimal 20)

Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan, sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi Pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan Teknologi Pembelajaran.

a. Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
“Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan :
(a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar;
(b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio-visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.

b. Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”
“Teknologi Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.”
Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.

c. Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran.

d. Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”
Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.

e. Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.

f. Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.

g. Definisi AECT 1994
“ Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.

Kawasan Desain

Yang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk. Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran B.F. Skinner (1954) tentang teori pembelajaran berprogram (programmed instructions). Selanjutnya, pada tahun 1969 dari pemikiran Herbert Simon yang membahas tentang preskriptif tentang desain turut memicu kajian tentang desain. Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and Development Center” pada tahun 1960 semakin memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku Direktur dari Learning Resource and Development Center tersebut menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti dari Teknologi Pendidikan.
Aplikasi teori sistem dalam pembelajaran melengkapi dasar psikologi pembelajaran tersebut. Melalui James Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran secara bertahap mulai berkembang menjadi suatu metodologi dan mulai memasukkan gagasan dari psikologi pembelajaran.
Perhatian terhadap desain pesan pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada awal 1970-an. Kolaborasi Robert Gagne dengan Leslie Briggs telah menggabungkan keahlian psikologi pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem yang membuat konsep desain pembelajaran menjadi semakin hidup.


Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu :
(1) Desain Sistem Pembelajaran
yaitu prosedur yang terorganisasi, meliputi: langkah-langkah:
(a) penganalisaan (proses perumusan apa yang akan dipelajari);
(b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya);
(c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pelajaran);
(d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan
(e) penilaian (proses penentuan ketepatan pembelajaran).
Desain Sistem Pembelajaran; Desain Sistem Pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol, semua langkah –langkah tersebut harus tuntas. Dalam Desain Sistem Pembelajaran, proses sama pentingnya dengan produk, sebab kepercayaan atas produk berlandaskan pada proses.
(2) Desain Pesan;
yaitu perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian, persepsi,dan daya tangkap. Fleming dan Levie membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti : bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Desain harus bersifat spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda, bergantung pada jenis medianya, apakah bersifat statis, dinamis atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas belajarnya tentang pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan keterampilan, strategi belajar atau hafalan.
(3) Strategi Pembelajaran;
yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran sebagai prinsip teknologi pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu strategi pembelajaran bergantung pada situasi belajar, sifat materi dan jenis belajar yang dikehendaki.
(4) Karakteristik Pembelajar.
yaitu segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik pembelajar. Secara psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar yaitu berkaitan dengan dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat potensial maupun kecakapan nyata dan kepribadiannya, seperti, sikap, emosi, motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya.

Pertanyaan:

Bagaimana penerapannya dalam membelajarkan peserta didik (pilih pada jenjang PAUD/SD/SMP/SMA/PT) dengan menerapkan satu kawasan teknologi pendidikan didalamnya.

Jawab:

Misalnya Pemanfaatan Dan Pengembangan Bahan Ajar Noncetak:
Program Video Dan Bahan Ajar dengan bantuan Komputer di SMA

Kegiatan Belajar
1. Pemanfaatan dan Pengembangan Program Video
Dengan memaparkan tujuan dari pembelajaran melalui kegiatan belajar ini. Kaset video merupakan alat bantu mengajar yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran massal, individual, ataupun kelompok. Manfaat utama penggunaan kaset video adalah untuk memberikan ilustrasi konkret suatu materi pelajaran. Pemanfaatan medium video terutama efektif untuk menghadirkan suatu gambaran riil yang dapat membangkitkan emosi siswa untuk tujuan pembelajaran yang bersifat afektif. Medium ini juga dapat digunakan sebagai bahan ajar utama ataupun bahan ajar pendukung yang diintegrasikan dengan pengajaran lisan di dalam kelas.

Kegiatan Belajar
2. Pemanfaatan dan Jenis Bahan Ajar Berbantuan Komputer
Pada kegiatan belajar ini diharapkan siswa telah mempelajari mengenai manfaat dan jenis bahan ajar berbantuan komputer. Bahan ajar berbantuan komputer pada dasarnya dapat bersifat satu arah dan dua arah, tergantung dari rancangan dan jenis komputer yang digunakan. Bahan ajar berbantuan komputer seperti CAI dan CBI pada umumnya bersifat satu arah dan dirancang untuk digunakan pada komputer mandiri. Sedangkan bahan ajar berbantuan komputer dua arah seperti WBC pada umumnya dirancang untuk digunakan pada komputer yang tersambung ke suatu jaringan lokal ataupun Internet, sehingga dapat memfasilitasi komunikasi dan interaksi antara siswa dengan guru/tutor dan antara siswa dengan siswa lainnya. Bahan ajar berbantuan komputer sangat efektif untuk menghadirkan aktivitas pembelajaran seperti drill, simulasi, dan permainan.




4. Dalam Teknologi Pendidikan/Teknologi Pembelajaran menurut Saettler yang mengacu pada pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktivitas diri, (2) minat/motivasi, (3) kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Bagaimana pendapat anda tentang penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam pembelajaran bagi peserta didik? (Skor maksimal 25)


Pandangan Saya :

Istilah pembelajaran lebih menggambarkan usaha guru untuk membuat belajar para siswanya. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para siswanya. Kegiatan belajar hanya bisa berhasil jika si belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Seorang guruTidakDapat“mewakili”belajaruntuksiswanya.Seorangsiswabelum dapat dikatakan telah belajar hanya karena ia sedang berada dalam satu ruangan dengan guru yang sedang mengajar. Ada satu syarat mutlak yang harus dipenuhi agar terjadi kegiatan belajar. Syarat itu adalah adanya interaksi antara pebelajar (learner) dengan sumber belajar. Jadi, belajar hanya terjadi jika dan hanya jika terjadi interaksi antara pebelajar dengan sumber belajar. Tanpa terpenuhi syarat itu, mustahil kegiatan belajar akan terjadi.

Untuk menerapkan prinsip tersebut dengan menghadirkan produk teknologi dalam pembelajaran bagi peserta didik yang pertama kali dilakukan adalah menjelaskan tujuan dari teknologi yang digunakan tersebut kepada peserta didik serta manfaat dari teknologi tersebut didalam pembelajaran yang berlangsung. Dengan memberikan aktivitas kepada siswa baik itu secara berkelompok maupun individual, siswa diharapkan aktif dalam memanfaatkan teknologi yang telah ada. Sehingga tercipta suatu persaingan antara siswa yang satu dengan yang lain. Guru hadir sebagai pemandu dan pemegang kontrol jalannya pembelajaran di dalam kelas. Kemudian guru memotivasi siswa dengan memberikan reward kepada siswa yang memiliki prestasi yang baik dalam pemanfaatan teknologi tersebut. Guru juga bisa mempersiapkan jalannya pembelajaran di dalam kelas dengan menugaskan kepada siswa untuk mengaktualisasi diri dengan menggunakan bantuan teknologi yang ada terhadap topik pembelajaran tertentu dan guru bisa menerapkan kepada siswa dengan siswa yang memaparkan hasil, menjelaskan, memanfaatkan teknologi yang ada. Dimana semua proses yang berlangsung kesemuanya hanya untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.
ehingga Dapat Dilakukan Penilaian Serta evaluasi.


5.  Suatu statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan prinsip dasar pembelajaran berbasis Teknologi Pendidikan. Bagaimana pendapat anda? (Skor maksimal 15)

Pendapat Saya :

Saya selaku seorang pendidik sependapat dengan statement diatas. Sejauh Pengalaman saya yang kurang lebih 10 tahun sebagai guru, saya sudah membuktikan sendiri statement diatas. Terutama Pelajaran Matematika yang saya ajarkan, menuntut perlunya hal tertentu.

Latihan soal adalah hal mutlak yang harus sering dilakukan siswa untuk memahami pelajaran matematika. Agar siswa terbiasa untuk melakukan latihan soal dengan mandiri, maka saya setiap akhir pemberian materi pelajaran, saya mewajibkan siswa untuk mencari soal yang berkaitan dengan materi pelajaran untuk dibahas dan didiskusikan bersama, setiap siswa minimal mencari 3 soal berbeda dengan mencantumkan sumber buku atau link dari soal tersebut. Setelah kegiatan tersebut sering dilakukan, maka siswa terbiasa untuk mencari buku referensi sebagai sumber belajar.


REFERENSI

Dewey, John (1946); Democracy and Education, The MacMillan Company, New York.

Broudy, Harry S. (1961); Building a Philosophy of Education,Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Inkeles, Alex and David H. Smith (1976); Becoming Modern, Harvard University Press, USA.

Anglin, G.J; ed. (1991); Intructional Technology: Past, Present, and Future, Libraries Unlimited, Inc., Colorado.

Runes, Dagobert D. (1963); Dictionary of Philosophy, Little Field Adams & Co, New Jersey.

Henderson, Stella Van Petten (1964); Introduction to Philosophy of Education, The University of Chicago Press, Chicago.

Dalam Alex Inkeles dan David H. Smith (1976), Becoming Modern, Harvard University Press

AECT. The Definition of Educational Technology. Washington,DC: 1977

Ashby, Sir Eric. The Fourth Revolution. Instructional Technology in Higher Education. New York: McGraww-Hill Book Co. 1972

Banathy, Bela H. System Design in Education : a journey to create the future. Englewood Cliffs, NJ : Educational Technology Publications. 1991

Daoed Joesoef Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Rapat Koordinasi Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 1981

----------.Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan dan Kebudayaan. Yogyakarta. 1982

Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Pustekkom bekerjasama dengan Kencana. 2004

Saettler,Paul. A History of Instructional Technlogy. New York: McGraww-Hill Book Co. 1968

Seels, Babara B. and Rita C. Richey. (1994). Instructional Technology: The Definition and Domains of the Field. Washington,DC : AECT

Thompson, Merritt M. The History of Education. New York. Barne & Noble, Inc. 1963

Label:

2 Komentar:

Pada 22 Februari 2011 pukul 21.02 , Anonymous Anonim mengatakan...

keren boss ...

 
Pada 27 November 2011 pukul 14.04 , Anonymous Anonim mengatakan...

apa yang saya cari, terima kasih

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda